
beritasumbar.org – Sebuah kabar duka datang dari Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi, Sumatera Barat. Seekor bayi harimau Sumatra jantan tewas pada 1 Juli 2025 sekitar pukul 09.00 WIB. Berita ini mengejutkan, terutama bagi para pegiat konservasi dan pecinta satwa langka.
Bayi harimau lahir pada 24 Juni 2025 pukul 03.00 WIB, anak dari induk bernama Yani dan pejantan Bujang Mandeh. Tim medis dan petugas memantau melalui CCTV karena induk menunjukkan tanda stres dan agresif terhadap anaknya.
Sekitar 29–30 Juni, Yani menolak menyusui dan bahkan terlihat menggigit anaknya. Tim medis kemudian mengevakuasi bayi harimau dan memberikan susu kambing sebagai pengganti untuk mencegah dehidrasi.
Meskipun sempat diberi perawatan, kondisi bayi memburuk karena malnutrisi dan dehidrasi. Tim medis mencatat kematian terjadi karena gagal stabil secara pernapasan dan kelelahan tubuh.
Hasil nekropsi menunjukkan tidak ada kelainan fisik atau internal organ. Kematian dikonfirmasi akibat kurang asupan nutrisi induk dan dehidrasi akibat perlawanan Yani.
Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Kehutanan menyatakan kematian tidak semata karena malnutrisi. Terdeteksi dugaan kelainan genetik atau perilaku maternal yang abnormal. Tes genetik dan studi perilaku sedang dilakukan untuk mencegah insiden serupa.
Ibu harimau Yani diketahui sudah mengalami tiga kegagalan dalam melahirkan anak: satu stillbirth dan dua kematian dini. Dugaan kuat adanya faktor keturunan, termasuk perkawinan sedarah, menjadi sorotan atas penyebab kualitas ASI dan perilaku maternalnya.
Kejadian ini memicu evaluasi menyeluruh terhadap program penangkaran ex‑situ di TMSBK. Institusi konservasi perlu meninjau kelayakan induk, kelayakan genetika, kondisi kandang, serta protokol pengganti ASI untuk jaga-jag.
Kementerian berencana meningkatkan standar perawatan di area konservasi: dari nutrisi, pengaturan suhu, hingga pengawasan intensif terhadap perilaku induk dan anak .
Riset genetik diharapkan mengidentifikasi apakah pola perkawinan sedarah menjadi kendala, sehingga dapat menghindari pairing serupa di masa depan dan menjaga keberlanjutan populasi harimau Sumatra.
Kematian bayi harimau Sumatra di Bukittinggi bukan sekadar tragedi, tetapi cermin penting untuk memperkuat praktik konservasi ex-situ. Dunia konservasi kini ditantang untuk meningkatkan pemantauan, memperketat protokol breeding, dan melakukan penelitian genetik yang mendalam demi kelangsungan hidup satwa langka ini.